Sunday 16 October 2011

Balik Mipih (Golok) Manonjaya yang mendunia

Saat Indonesia masih ditindas penjajah Belanda, pandai besi di Kecamatan Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat, telah menancapkan eksistensinya. Mereka telah mendapat kepercayaan membuat pedang komando dan tempur untuk petinggi Belanda saat itu. Selain itu, banyak jawara lokal di tanah Jawa memilih karya Manonjaya karena keunggulannya pada berbagai pertarungan.

Mengutip cerita kakek dan orangtuanya, pandai besi dari Desa Cisalam dan Desa Pasir Salam, Ako Apit Rahmat (42), mengatakan, petinggi Belanda itu puas dengan tingkat ketajaman dan kekuatannya. Apalagi, pandai besi Manonjaya dianggap mahir membuat senjata tajam sesuai permintaan.

”Dulu, di Alun Alun Manonjaya, sering ada uji coba kekuatan golok. Golok Manonjaya lebih kuat karena tidak mudah patah,” kata Ako yang merupakan generasi kelima perajin golok dari Pasir Salam.

Manonjaya yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Kota Tasikmalaya terkenal dengan pembuatan beragam senjata tajam, seperti golok, pedang, katana, dan belati. Jumlah perajinnya lebih dari 350 orang dengan rata-rata produksi 3-4 unit per hari.

Ako mengatakan, rahasia keunggulannya adalah penggunaan teknik balik mipih. Teknik yang dikenal juga dengan sebutan damascus ini adalah warisan nenek moyang yang kini dihidupkan lagi. Metodenya dengan melaminasi beberapa macam baja berbagai ukuran dalam satu bilah. Hasilnya, bilah lebih kuat dengan pola guratan indah.

Ako menjelaskan, teknik itu kini disempurnakan guna mendapat kualitas yang lebih baik. Jika sebelumnya hanya melakukan tiga lipatan untuk menghasilkan enam lapisan, kini pandai besi bisa melakukan 10-15 lipatan untuk mendapatkan 20-30 lapis dengan menggunakan baja setebal 0,5 milimeter.

Terus diburu

si Maung
Jejak kejayaan itu hingga kini masih terpatri. Golok, pedang, atau belati buatan pandai besi Manonjaya tetap menjadi barang buruan konsumen dari beberapa negara. Saat ini, jumlah pesanan pada seorang pandai besi bisa mencapai 150 bilah per bulan. Mayoritas adalah pemesanan golok dan belati. Harganya bervariasi, dari Rp 40.000 hingga Rp 1 juta per unit.

”Produk kami sudah dikenal di Kanada, Belgia, Jepang, Austalia, hingga Amerika Serikat. Beberapa pasukan khusus di Indonesia juga pernah menggunakan produk buatan Manonjaya,” kata Ako.

Akan tetapi, kondisi ini justru membuat perajin kewalahan. Saat ini, keempat produsen tersebut hanya mampu memproduksi 75-100 bilah per bulan. Penyebabnya, antara lain, minimnya regenerasi dan peralatan yang tidak memadai.

Umuh (65), perajin di Kampung Galonggong, Desa Cilangkap, mengatakan, generasi muda memilih bekerja sebagai pembuat kerajinan mendong atau merantau ke kota besar karena menganggap pekerjaan ini terlalu berat. Misalnya, penempaan besi yang masih dilakukan secara manual. ”Di tempat saya saja, empat penempa semuanya berusia lebih dari 40 tahun. Proses ini paling melelahkan,” kata Umuh.

Uu (43), perajin lain, mengharapkan pemerintah semakin peduli dengan keadaan ini. Salah satunya adalah penyediaan alat pres dan tempa. Ia yakin, dengan alat itu akan memperbanyak volume produksi serta menarik minat generasi muda menekuni pembuatan senjata tajam tersebut.

”Kalau soal pasar, pemerintah tak perlu khawatir karena pembelinya sangat banyak. Namun, kami meminta pemerintah agar memberikan perhatian pada sarana dan prasarana yang sangat minim,” ujarnya.

Sumber : http://regional.kompas.com/Balik.Mipih.yang.Kian.Mendunia 

Penulis ; Cornelius Helmy

No comments:

Post a Comment

linkwithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...